Kamis, 01 Maret 2012

SEPATU

Bismillahirahmanirrahiim...

Adakah yang pernah memperhatikan masalah sepatu?
Bahwa sepasang sepatu memiliki banyak keunikan dan berbagai hal menarik untuk kita renungkan.
Disini saya tidak akan membahas tentang jenis, tipe, ataupun model sepatu. Tapi kita akan membahas bagaimana sepasang sepatu dapat kita jadikan sebagai sebuah pembelajaran kehidupan.

Memang apa sih menariknya sepatu?
Pernahkah kita perhatikan dengan seksama sepatu yang kita miliki dan senantiasa kita kenakan selama ini.
Mari kita renungkan bersama.

Sepatu memiliki bentuk yang tidak sama persis, yang satu untuk kaki kiri, dan yang satu untuk kaki kanan. Meski sepatu ini untuk kiri dan kanan, tapi justru perbedaan inilah yang membuat sepatu ini serasi dan enak dipakai…., coba bayangkan seandainya sepatu ini kanan semua atau kiri semua, pasti dipakainya tidak nyaman.  
Benar…., sebagus apapun sepatu, seterkenal apapun mereknya, seberapapun mahal harganya, pasti terdiri dari dua belah sisi yang berbeda. Dan perbedaan posisi ini ternyata tidak membuat sepatu ini kehilangan fungsinya, justru dengan perbedaan ini sepatu ini bisa berjalan serasi dan beriringan.

Kemudian hal menarik lain yang kita bisa tamsilkan dari sepatu yang kita kenakan adalah bahwa saat berjalan, kedua kaki kita, kedua belah sepatu ini tidak pernah kompak…, kalau kaki kanan melangkah kedepan, maka kaki kiri berada dibelakang.., pun sebaliknya,kalau kaki kiri yang didepan, maka kaki kanan yang berada dibelakang. 
Kalau kaki kanan dan kaki kiri tidak ada yang mau mengalah dan ingin melangkah bareng-bareng, jadinya kayak vampire, loncat-loncat.
Tapi dibalik ketidak kompakan itu, kedua kaki kita, yang kiri dan yang kanan, melangkah menuju ketempat tujuan yang sama…..; kalau kaki kanan menuju masjid, maka pasti kaki kiri pun akan menuju kesana, pun kalau kaki kiri menuju ketempat maksiat misalnya, kaki kananpun pasti mengikutinya…, tidak pernah ada kejadian ketika kaki kanan melangkah kemasjid, kemudian kaki kiri berjalan sendiri menuju diskotik…., boleh berbeda langkah, tapi tujuan tetap sama.

Sekarang coba kita pikirkan lagi, pernahkah teman-teman mencoba mengganti posisi sepatu, yang kiri dipakai dikaki kanan, dan yang kanan dipakai kaki kiri….? Bagaimana jadinya?  
Teman-teman boleh saja berkata 'bisa saja.' tapi tetap saja. Pasti tidak enak dipakainya.
Ya…, posisi sepatu ini tidak pernah berganti atau ditukar, tetap diposisi masing-masing, tapi dari posisi masing-masing inilah justru sepatu saling melengkapi…, saling mengisi dan saling memberikan manfaat satu sama lain.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan dari sepatu. Tinggi hak sepatu. Tingginya selalu sama, selalu sederajat.
Pernah mencoba memakai sepatu yang tingginya berbeda? gimana kira2 rasanya? Selain tidak nyaman, pasti juga susah dibuat berjalan. Jalannya jadi pincang dan bisa jatuh juga.

Dan satu lagi yang bisa kita ambil hikmah dari sepasang sepatu ini adalah bahwa ketika salah satu sepatu ini hilang atau rusak, sepatu sebelahnya tidak bisa dipasangkan dengan sepatu yang lain…., misalnya sepatu sebelah kiri kita rusak, tidak bisa kemudian kita menggantinya dengan sepatu sebelah kiri milik teman kit` misalnya, atau sepatu teman kita yang sebelah kanan hilang, dia pun tidak bisa menggantinya dengan sepatu milik kita yang sebelah kanan….., dibalik perbedaannya, kedua belah sepatu ini saling mengisi, saling menunjang dan saling beriringan.
Subhanallah, banyak sekali pelajaran dari filosofi sepasang sepatu ya...
Dan aplikasi dari fisolofi ini bisa kita terapkan dalam berbagai bidang kehidupan kita…
Misalnya dalam kehidupan rumah tangga kita, antara seorang suami dan istinya…., seorang laki-laki, seorang suami, jelas berbeda dengan seorang wanita atau istri, baik itu secara fisik, baik itu secara psikis, baik itu secara mental, baik itu secara fungsi dalam kehidupan rumah tangga….

Namun dibalik semua perbedaan antara seorang suami dan seorang istri, merupakan dua komponen yang tidak bisa dipisahkan untuk mencapai keharmonisan sebuah keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah….; keduanya harus tetap serasi terlepas dari fungsi dan tanggung jawabnya yang beda….

Seorang suami tidak bisa mengatakan paling berjasa, karena ia yang memperoleh penghasilan, ia yang bekerja keras, ia yang banting tulang, ia yang banyak keluar rumah…..
Pun seorang istri tidak boleh mengatakan ia yang paling berjasa karena sudah mengurus anak-anak, menyiapkan makan, mengurus rumah dan lain sebagainya, keduanya harus tetap serasi ditengah semua perbedaan yang ada…

Kemudian, ketika seorang suami berangkat kerja, mencari nafkah…., dirumah sang istri bertugas untuk mendo’akan keselamatan dan keberhasilan usaha suaminya, meski tidak bekerja ditempat yang sama, tetap memiliki persamaan tujuan, untuk mencari rezeki yang halal dan diridhai Allah swt….
Dan ini yang harus benar-benar kita perhitungkan secara baik…., fungsi suami adalah untuk mencari nafkah, sementara istri dirumah….., ketika harus berganti posisi, ketika istri yang pergi keluar untuk mencari nafkah dan suami yang tinggal dirumah…, atau dua-duanya bekerja diluar rumah, harus benar-benar dikalkulasi untung ruginya, harus benar-benar dievaluasi dampaknya bagi kehidupan rumah tangga dan terhadap anak-anak….

Mungkin dengan suami-istri bekerja, secara materi akan mendapatkan penghasilan yang lebih banyak, tapi harus diingat bahwa anak-anak kita bukan hanya butuh uang untuk jajan dan makan, anak-anak kita butuh perhatian, butuh kasih sayang, butuh perlindungan psikologis dari orang tua kandungnya….

Akan sangat beresiko ketika pertumbuhan anak-anak kita justru dipantau oleh pembantu atau orang lain yang jelas-jelas akan beda perhatian dan kasih sayangnya, belum lagi (mohon maaf) umumnya tingkat pendidikan dan pengalamana pembantu relative rendah, sehingga sangat riskan kalau kita mengharap anak kita kelak menjadi anak shaleh, sementara kita menyerahkan pengawasan dan pendidikan anak-anak kita pada orang yang tidak kompeten……, karena apapun alasannya, kasih sayang orang tua, perhatian orang tua, jauh lebih berharga daripada sekedar uang jajan yang banyak…..

Seperti kita menukar posisi sepatu….., sepatu kanan dipakai disebelah kiri atau sebaliknya, mungkin bisa jalan, tapi tidak nyaman….., dan mungkin justru mencelakakan. Karenanya sekali lagi kita harus pandai berhitung untung ruginya kalau istri kita juga ikut kerja…., banyak sudah korban-korban anak-anak yang secara materi mereka berkecukupan, tapi justru mereka menjadi anak broken home karena kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tuanya yang sibuk bekerja.
Meski mungkin benar ada juga anak-anak yang rusak meski dididik oleh orang tuanya, tapi itulah tuntunan agama kita, emansipasi wanita tidak berarti semua hal tentang wanita harus sama dengan laki-laki, karena Allah sendiri yang sudah membuat perbedaan peran antara wanita dan laki-laki itu seperti apa….
Kemudian, filosofi sepatu yang bisa diaplikasi dalam kehidupan rumah tangga kita adalah bahwa adanya persamaan derajat antara suami dan istri…
Suami bukanlah seorang dictator yang bisanya hanya main perintah…., istripun bukan harus menjadi seorang putrid yang selalu ingin dimanja dan dipenuhi segala keinginannya….
Suami bukanlah majikan yang bisa mempekerjakan istrinya kapan saja, istripun bukanlah ibu suri yang tidak mau ngurusin apa-apa…; kedua-duanya harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan porsinya masing-masing, dan dengan cara seperti inilah cita-cita untuk mencapai keluarga sakinah, mawadah wa rahmah bukan lagi hanya sekedar slogan dan hiasan pada acara pernikahan……

Dan terakhir…., istri adalah partner suami, pun suami adalah bagian tak terpisah dari istri, karena ketika salah satunya tidak ada, maka putaran roda dalam keluarga akan menjadi pincang…., karenanya perlakukan pasangan kita sesuai dengan tuntunan dan contoh yang baginda Rasul contohkan……;tidak ada contoh dan teladan lain yang lebih baik daripada contoh bagaimana kehidupan rumah tangga rasul yang sakinah, mawadah wa rahmah……

Subhanallah, hanya dari sepasang sepatu yang kita pakai selama ini ternyata ada banyak sekali hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil.

Alhamdulillahi Rabbil Alamiin,,,